Penerapan Metode ATAP dalam menulis Best Practice
Awal :
Perkembangan
kurikulum di sekolah saat ini dituntut untuk melakukan perubahan dalam
menerapkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered
learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student-centered learning). Hal ini disesuaikan dengan tuntutan pembelajaran
yang akan mempengaruhi perkembangan anak di masa depan, dimana anak harus
memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning skils).
Kecakapan-kecakapan tersebut diantaranya adalah kecakapan berpikir kritis
(critical thinking), memecahkan masalah (problem solving), kolaborasi, dan
kecakapan berkomunikasi. Kecakapan-kecakapan itu yg sering dikatakan sebagai
Kecakapan Abad 21 yang harus dimiliki oleh siswa.
Pandemi
COVID-19 yang beralangsung bersamaan dengan geliat merdeka belajar dan implementasi
pembelajaran abad 21 seakan memaksa para pengajar untuk lebih cepat beradaptasi
dan mengembangkan strategi pembelajaran digital. Pembelajaran abad 21 ini
merupakan pembelajaran yang mempersiapkan generasi penerus menjadi generasi
yang memiliki kemampuan kecakapan abad 21. Setidaknya ada empat hal yang harus
dimiliki oleh generasi abad 21,yaitu: ways of thingking, ways of working, tools
for working and dan skills for living in the word. Bagaimana seorang guru harus
mendesain pembelajaran yang akan menghantarkan peserta didik memenuhi kebutuhan
abad 21?
Pembelajaran
yang semula berpusat pada guru tentu tidak sama lagi dengan pembelajaran abad
ke-21 yang berpusat pada siswa. Keduanya memiliki pendekatan yang berbeda
terhadap isi, pembelajaran, lingkungan ruang kelas, penilaian, dan teknologi.
Hal ini yang menjadikan hal yang harus dimiliki oleh siswa sebagai peserta
didik yang tergabung dalam empat cara yaitu :
Way of thinking, cara berfikir yaitu beberapa kemampuan
berfikir yang harus dikuasai peserta didik untuk menghadapi dunia abad 21.
Kemampuan berfikir tersebut diantaranya: kreatif, berfikir kritis, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan dan pembelajar.
Ways of working. kemampuan bagaimana mereka harus bekerja
dengan dunia yang global dan dunia digital.
Beberapa kemampuan yang
harus dikuasai peserta
didik adalah communication and
collaboration. Generasi abad 21 harus mampu berkomunikasi dengan baik, dengan
menggunakan berbagai metode dan strategi komunikasi. Disamping itu mereka juga
harus mampu berkolaborasi dan bekerja sama dengan individu maupun komunitas dan
jaringan. Jaringan komunikasi dan kerjasama ini memanfaatkan berbagai cara,
metode dan strategi berbasis ICT. Bagaimana seseorang harus mampu bekerja
secara bersama dengan kemampuan yang berbeda-beda.
Tools for working. Seseorang harus memiliki dan menguasai alat
untuk bekerja. Penguasaan terhadap Information and communications technology
(ICT) and information literacy merupakan sebuah keharusan. Tanpa ICT dan sumber
informasi yang berbasis segala sumber akan sulit seseorang mengembangkan
pekerjaannya.
Skills for living in the world. kemampuan untuk menjalani kehidupan di abad
21, yaitu: Citizenship, life and career, and personal and social
responsibility. Bagaimana peserta didik harus hidup sebagai warga negara,
kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan sosial.
Tantangan :
Dalam
pembelajaran matematika yang sering dijadikan alasan rendahnya hasil belajar
adalah adanya kesulitan memahami konsep serta menhafalkan rumus yang diberikan.
Disamping itu kepercayaan diri yang kurang berakibat pada rendahnya tingkat
kemampuan berkomunikasi. Hal tersebut semakin diperburuk dengan strategi pembelajaran
yang belum mampu untuk memotivasi kemampuan berfikir kritis siswa. Karenanya
guru diharapkan mampu berinovasi dalam mengatasi tiga hal diatas.
Berdasarkan
kecakapan abad ke-21 yang harus di kuasai peserta didik maka dalam hal
ini seorang pendidik harus memiliki kemampuan dalam mengatur dan mendesain
pembelajaran agar peserta didik terfasilitasi dan terarahkan dalam pemahaman
dan penguasaan kemampuan kecakapan abad 21. Dengan bertolak pada design
thinking para pendidik diharapkan mampu merancang suatu pembelajaran
berkualitas tinggi.
Mengingat
setiap kelas memiliki kebutuhannya sendiri dan tidak ada satu solusi yang
menyeluruh serta cocok bagi segala pengajar maka setiap pengajar hendaknya
menerapkan design thinking. Design thinking sangat berguna dalam mengatasi
masalah-masalah yang tidak jelas atau tidak dikenal, dengan melakukan reframing masalah
dengan cara-cara yang berpusat pada manusia, menciptakan banyak ide dalam brainstorming,
dan mengadopsi pendekatan langsung dalam pembuatan prototype dan testing.
Design Thinking juga melibatkan eksperimen yang sedang berjalan : membuat
sketsa, membuat prototype, testing, dan mencoba
berbagai konsep dan ide.
Kemudian para pendidik harus mengubah paradigma
pembelajaranya diantaranya seperti yang ada dalam tabel berikut ini :
Pembelajaran
Konvensional |
Pembelajaran
digital abad 21 |
·
Guru sebagai pengarah ·
Guru sebagai sumber pengetahuan ·
Belajar
diarahkan oleh kurikulum ·
Belajar
terjadwal ketat dengan waktu terbatas ·
Belajar
berdasarkan fakta ·
Bersifat
teoritik, prinsip dan survey ·
Pengulangan
dan latihan ·
Aturan
dan prosedur ·
Kompetitif ·
Berfokus
kelas ·
Hasil
ditentukan sebelumnya ·
Mengikuti
norma ·
Presentasi
dengan media statis ·
Komputer
menjadi subjek belajar ·
Komunikasi
terbatas pada ruang kelas ·
Tes
diukur dengan norma |
· Guru
sebagai fasilitator, pembimbing dan konsultan · Guru sebagai kawan
belajar · Belajar diarahkan oleh
siswa · Belajar menjadi
terbuka dan waktu yang fleksibel sesuai keperluan · Belajar berdasarkan
projek dan survey · Bersifat nyata,
refleksi prinsip dan survey · Penyelidikan dan
perancangan · Penemuan dan
penciptaan · Kolaboratif · Berfokus ke masyarakat · Hasil bersifat terbuka · Keanekaragaman kreatif · Interaksi multimedia
dinamis · Komputer menjadi
peralatan semua jenis belajar · Komunikasi tidak
terbatas · Tes unjuk kerja diukur
pakar, penasehat dan teman sebaya |
Aksi :
Perubahan
paradigma pembelajaran ini tidak serta merta berjalan sendiri namun beriringan
dengan adanya perubahan asesmen nasional. Asesmen Nasional merupakan upaya
untuk memotret secara komprehensif mutu proses dan hasil belajar satuan
pendidikan dasar dan menengah di seluruh Indonesia. Informasi yang diperoleh
dari asesmen nasional diharapkan dapat dipergunakan untuk memperbaiki kualitas
proses pembelajaran di satuan pendidikan, yang pada gilirannya dapat
meningkatkan mutu hasil belajar murid.
Asesmen Nasional
sendiri mencakup tiga hal, yakni : Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survey
Karakter dan survey Lingkungan Belajar (SLB). Oleh karena salah satu kompetensi
minimum dari AKM adalah Numerasi maka dalam hal ini sebagai pendidik perlu untuk mengubah strategi pembelajaran
dengan mengembangkan HOTS di dalam proses pembelajaran itu sendiri dan juga
mengimplementasikan adanya literasi baik teks maupun numerasi.
Berdasarkan
kebutuhan dan arah pembelajaran diatas maka dipilihlah Project Based Learning
untuk diterapkan dalam pembelajaran materi trigonometri kelas XI. Dengan
Project Based Learning ini memungkinkan peserta didik untuk memperoleh
kecakapan abad ke-21 sekaligus menanamkan karakter pancasila dalam diri peserta
didik.
Merancang
pembelajaran Project Based Learning serta mengembangkan HOTS didalam
pembelajaran tersebut menjadi salah satu upaya guru dalam menghadapi
permasalahan diatas. Dalam strategi pembelajaran ini guru mampu mengembangkan
pembelajaran dengan aktivitas kegiatan-kegiatan yang menantang siswa untuk
berpikir kritis dalam memecahkan masalah salah satunya dengan mengembangkan
HOTS dalam proses pembelajaran. HOTS memungkinkan siswa untuk dapat mencapai 4
kecakapan diatas sekaligus memiliki kemampuan menganilisis, mengevaluasi serta
mengkreasi hingga menghasilkan inovasi. Dalam uji hasil project siswa
dituntut untuk mampu mempresentasikan hasil project hal ini dapat melatihkan
kecakapan komunikasi.
Pada
pendekatan Project Based Learning, guru berperan sebagai fasilitator bagi siswa
untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penuntun. Sedangkan pada kelas
”konvensional” guru dianggap sebagai seseorang yang paling menguasai materi dan
karenanya semua informasi diberikan secara langsung kepada siswa. Pada kelas
Project Based Learning, siswa dibiasakan bekerja secara kolaboratif, penilaian
dilakukan secara autentik, dan sumber belajar bisa sangat berkembang. Hal ini
berbeda dengan kelas ”konvensional” yang terbiasa dengan situasi kelas
individual, penilaian lebih dominan pada
aspek hasil daripada proses, dan sumber belajar cenderung stagnan.
Perubahan :
Project
Based Learning yang diarahkan agar siswa mampu menciptakan peraga sederhana
yang kemudian dapat siswa gunakan dalam menemukan konsep trigonometri jumlah
dua sudut memberikan peningkatan dalam beberapa hal. Dengan menemukan sendiri
konsep trigonometri jumlah dua sudut siswa lebih memahami konsep yang kemudian
pemahaman konsep tersebut akan bertahan lebih lama dalam memori siswa daripada
siswa hanya sekedar menerima rumus dan mengamati contoh. Dalam proses merancang
peraga sederhana kemudian menggunakannya dalam menemukan konsep tentunya akan
memicu siswa untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah. Kemudian kecakapan
komunikasi dapat ditingkatkan dengan uji hasil project yang berupa temuan mereka
terhadap konsep yang dipelajarinya. Hal tersebut berbanding lurus dengan
peningkatan rasa percaya diri siswa.
Secara
garis besar penerapan Project Based Learning cukup mampu untuk memberikan
perubahan signifikan terhadap kemampuan berfikir kritis, komunikasi serta
pemahaman konsep yang berlangsung lebih lama dalam memori peserta didik.
Project
Based Learning dapat mengubah paradigma pembelajaran ke pembelajaran abad ke-21
dengan karakteristik sebagai berikut :
a.
Siswa menjadi pusat atau sebagai
obyek yang secara aktif belajar pada proses pembelajaran.
b. Proyek-proyek
yang direncanakan terfokus pada tujuan pembelajaran yang sudah digariskan dalam
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam
kurikulum
c. Proyek
dikembangkan oleh Pertanyaan-pertanyaan sebagai kerangka dari kurikulum (curriculum-framing question)
d.
Proyek melibatkan
berbagai jenis dan bentuk assessmen yang dilakukan secara kontinyu (on going asessment)
e.
Proyek berhubungan langsung dengan dunia
kehidupan nyata.
f.
Siswa menunjukkan pengetahuannya melalui
produk atau kinerjanya.
g.
Teknologi mendukung dan meningkatkan
proses belajar siswa.
h.
Keterampilan berpikir terintegrasi dalam proyek.
i.
Strategi pembelajarn
bervariasi karena untuk mendukung oleh berbagai tipe belajar yang dimiliki oleh
siswa (multiple learning style)
Pengalaman
dari implementasi PBL menjadi sesuatu yang berharga, yang memberikan kesempatan
untuk melakukan peningkatan kemampuan. Guru dan Siswa dapat menyediakan umpan
balik mengenai perencanaan, organisasi, support, dan penilaian proyek. Umpan
balik adalah sesuatu yang pokok dalam PBL. Umpan balik dapat dimulai dari para
guru, pelatih, ahli, klien, dan lain-lain. Presentasi dan diskusi adalah sarana
yang baik untuk menjadi umpan balik. Para guru harus mengorganisir prosedur
umpan balik.
Dengan menerapkan pembelajaran berbasis
proyek, siswa dituntut aktif dalam proses pembelajaran. Siswa akan merasakan
langsung dalam mengembangkan pembelajaran, mendapatkan pengetahuan. Hal ini
dikarenakan siswa terlibat langsung dalam pencarian informasi atau materi pembelajaran
melalui langkah- langkah kegiatan yang kontekstual. Siswa diajak melakukan
pengamatan atau observasi, penelitian, diskusi kelas, serta melakukan
presentasi atas hasil pemikiran atau penemuannya. Siswa juga diajak berpikir
tingkat tinggi dengan melakukan pemecahan terhadap suatu masalah yang dibahas
pada pembelajaran berbasis proyek. Dengan penerapan pembelajaran berbasis
proyek, kemampuan siswa terkait kemampuan keterampilan abad 21 akan tercapai.
Pada pelaksanaan pembelajaran berbasis
proyek yang dilaksanakan pada pokok bahasan Trigonometri jumlah dua sudutl
masih terdapat beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan agar pelaksanaan
pembelajaran benar-benar sesuai dengan konsep pembelajaran berbasis proyek.
Dalam penyusunan kelompok kerja siswa, guru harus memetakan kompetensi-
kompetensi siswa terlebih dahulu, agar dalam proses pembelajaran tidak terjadi
kesenjangan proses dan hasil antara kelompok kerja siswa satu dengan yang lain.
Selain itu, peran siswa sebagai seorang profesional dalam proyek pembelajaran
harus dijelaskan secara eksplisit dalam rancanan pelaksanaan pembelajaran,
sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran siswa benar-benar akan melaksanakan
tugas peran profesionalnya.
Oleh :YULIATI, S.Pd.
0 Komentar