Urgensi Menulis(Motivasi dan Testimoni Program PBL-Ceris)
Oleh: Dr. Mohamad Yasin Yusuf, M.Pd.I
Guru PAI SMAN 1 Pakel Tulungagung
Menulis Ternyata Mudah
Banyak orang yang mengira bahwa menulis atau menjadi seorang penulis adalah sebuah aktifitas yang hanya bisa dilakukan orang-orang tertentu yang memiliki kecerdasan tingkat tinggi. Sehingga dengan anggapan seperti ini, banyak orang awam1 yang merasa berat ketika dihadapkan dengan aktifitas menulis atau menjadi seorang penulis. Sebuah banyang-bayang tentang beratnya aktifitas menulis dan menjadi seorang penulis ini telah menghantui diri mayoritas orang, sehingga dirinya tidak berani melakukan aktifitas menulis atau menjadi seorang penulis tersebut.
Hal-hal yang seperti ini, tidak hanya dialami oleh orang-orang awam saja yang notabenenya memang tidak berkecipung dalam dunia akademik dan keilmuan, namun hal ini ternyata juga dialami oleh orang-orang yang setiap harinya berkecimpung dalam dunia akademik dan keilmuan, seperti siswa sekolah, santri pesantren, guru madrasah, guru sekolah dan lain sebagainya. Walaupun orang-orang tersebut setiap harinya berkecipung dalam dunia keilmuan, namun mereka merasa takut dan berat dengan aktifitas menulis atau menjadi seorang penulis.
Seorang siswa sekolah kebanyakan tidak diajari untuk menulis sesuatu yang memang berasal dari hati dan pemahamannya sendiri. Kebanyakan siswa oleh gurunya hanya disuruh untuk menjawab soal-soal yang berasal dari materi yang sedang dipelajari saja. Aktifitas seperti ini memang termasuk aktifitas menulis, namun sebenarnya masih belum masuk pada aktifitas seorang penulis. Mengerjakan soal seperti itu, hanya merupakan sebuah aktifitas untuk menyalin bacaan atau jawaban dari buku paket ke dalam buku tulis saja, sehingga siswa tidak menulis sesuatu yang berasal dari hati, fikiran dan pemahaman yang mendalam dari dalam dirinya. Oleh karena itu, ketika mereka dihadapkan kepada aktifitas menulis yang original dari dirinya sendiri, mereka merasa berat untuk melakukannya. Lebih-lebih ketika harus menulis dengan jumlah halaman yang berlembar-lembar atau membuat sebuah buku tertentu, maka mereka kesulitan untuk melakukannya.
Begitu juga yang di alami oleh mayoritas santri yang berada di pondok pesantren. Dengan budaya pondok pesantren yang lebih banyak mengkaji kitab-kitab yang sudah tersedia dari karangan para ulama-ulama terdahulu, mereka akhirnya tidak terbiasa untuk menulis. Bahkan seakan-akan ada perasaan takut untuk menulis sebuah buku atau kitab kajian keilmuan agama, padahal mereka setiap hari telah berkecimpung dalam kajian keilmuan tersebut. Menjadi seorang mualif sebuah buku keagamaan atau kitab keagamaan, seakan-akan menjadi sebuah aktifitas yang berat dan menakutkan. Mereka merasa tidak mampu dan merasa keberatan untuk menulis kitab-kitab tersebut, padahal hal ini jika dilakukan akan dapat dijadikan sebagai upaya pengembangan, pembaharuan dan ijtihad baru dari kajian keagamaan yang selama ini mereka pelajari. Akhirnya aktifitas menulis buku atau kitab menjadi sesuatu yang langka di kalangan santri pondok pesantren.
Ketakutan dan ketidak mampuan dalam menulis tidak hanya dialami oleh siswa sekolah dan santri pondok pesantren, namun ternyata hal ini juga banyak di alami oleh guru sekolah ataupun madrasah. Mereka yang secara materi keilmuan sudah termasuk orang yang mumpuni, namun mereka tidak berani dan tidak bisa menuliskan apa yang mereka pahami tersebut ke dalam sebuah tulisan yang urut, runtut dan sistematis. Kebanyakan guru mampu menjelaskan materi berjam-jam lamanya tanpa istirahat, namun ketika diminta untuk menuliskan apa-apa yang mereka jelaskan tersebut, mereka tidak mampu untuk menuliskannya. Seakan-akan penanya berhenti ketika mulai menulis kata pertama dari tulisannya atau sekan-akan tangannya tidak mampu untuk mengetik ketika tulisan telah mulai di buatnya.
Orang-orang yang setiap hari selalu berkecimpung dengan buku dan dunia keilmuan saja seperti siswa, santri dan guru tersebut merasa takut dan sulit untuk menulis, apalagi orang-orang awam yang jauh dari dunia keilmuan, mereka pasti memiliki perasaan yang lebih takut dan lebih merasa berat untuk menulis. Lebih-lebih orang awam tersebut kebanyakan merasa bahwa mereka tidak memiliki kepentingan dengan dunia tulis-menulis. Hal yang seperti inilah yang semakin menjauhkan orang awam dari dunia menulis. Padahal dunia tulis menulis sebenarnya tidak dibatasi oleh profesi tertentu, baik orang awam maupun orang yang berkecimpung dalam dunia keilmuan, memiliki peluang yang sama dalam hal menulis.
Mengapa permasalahan dari sulit dan beratnya menulis ini bisa terjadi pada semua orang dengan berbagai profesi yang dimilikinya? Pertanyaan seperti ini bisa memiliki seribu jawaban yang dapat menjelaskannya. Namun menurut hemat penulis, jika digeneralisasikan sebenarnya setiap manusia yang terlahir dengan kesempurnaan akal fikiran dan hati (tidak gila), maka sesungguhnya mereka memiliki potensi untuk mampu menulis dan menjadi seorang penulis. Permasalahan kualitas tulisan, sebenarnya hanya terkait dengan ketrampilan dari seorang penulis saja. Sedangkan ketrampilan tersebut bisa muncul disebabkan karena pengetahuan tentang menulis dan kebiasaan dalam menulis.
Seorang penulis hendahnya mengerti terlebih dahulu pengetahuan tentang menulis, yang antara lain meliputi tata cara pembuatan kalimat yang benar yang meliputi SPOK (Subjek, Predikat, Objek, Keterangan), kosa kata yang sesuai dengan EYD (Ejaan yang Disempurnakan), sistematika penulisan dan unsur-unsur sebuah karya, baik karya fiksi, non fiksi maupun karya tulis ilmiah. Dengan pengetahuan tentang menulis ini, maka sebenarnya seseorang telah memiliki kunci utama dalam menulis. Sehingga dengan kunci tersebut dirinya sudah bisa melakukan aktifitas tulis-menulis. Dan sebaliknya, tanpa memiliki dasar pengetahuan tentang menulis tersebut, maka dapat dipastikan bahwa tulisannya akan sulit dibaca dan dipahami oleh orang lain, karena tidak sesuai dengan podoman penulisan yang benar.
Oleh karena itu, seseorang yang ingin melakukan aktifitas menulis harus belajar terlebih dahulu tentang pengetahuan menulis ini. Namun menurut hemat penulis, seseorang yang pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah, pasti telah memiliki bekal tentang pengetahuan menulis yang baik, membuat kalimat yang benar sesuai dengan kaidah SPOK, memilih kata-kata yang benar sesuai dengan EYD, menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lainnya secara sistematis dan lain sebagainya. Sehingga secara umum seseorang yang sudah pernah sekolah, maka sebenarnya mereka telah memiliki bekal dan kunci untuk menulis dan menjadi seorang penulis. Dari sini, maka tidak ada lagi alasan bahwa mereka tidak bisa menulis karena menulis itu sulit dan tidak memiliki ilmu dalam hal tulis menulis.
“Menulis sulit” sebenarnya hanyalah sebuah perasaan yang tumbuh dari seseorang disebabkan karena mereka tidak terbiasa untuk menulis. Tidak terbiasa dalam menulis inilah yang menyebabkan orang tidak pandai dan lihai dalam menyusun sebuah kalimat dalam tulisan yang dibuatnya, sehingga pada akhirnya dirinya menyimpulkan bahwa menulis itu sulit. Kasus ini sama dengan yang terjadi pada orang yang belajar mobil. Semakin sering orang tersebut menyopir mobil atau bahkan jam terbangnya dalam menyopirnya semakin banyak, maka dirinya pasti akan semakin lincah dalam mengendalikan mobilnya tersebut. Bahkan dirinya mampu menyopir dalam berbagai medan yang sulit, serta semakin lama dirinya menyopir mobil maka waktu dalam menempuh jarak perjalanannya juga semakin cepat. Hal ini sama dengan aktifitas menulis, semakin terbiasa orang menulis atau memiliki jam terbang menulis yang semakin banyak, maka pasti dirinya akan merasa bahwa menulis itu mudah, isi dalam kajian yang di tulisnya juga semakin berkualitas, serta memiliki kemampuan yang semakin cepat dalam menyelesaikan tulisannya.
Dari penjelasan ini, maka orang yang merasa sulit untuk menulis, sebenarnya hal itu disebabkan karena mereka belum terbiasa menulis. Karena mereka tidak terbiasa menulis, maka mereka juga tidak akan memiliki rasa cinta terhadap aktifitas menulis. Dengan tidak adanya rasa cinta terhadap aktifitas menulis, maka dapat dipastikan bahwa dirinya akan jauh dari aktifitas menulis itu sendiri dan selalu merasa sulit untuk menulis. Kata pepatah Jawa “Tresno jalaran songko kulino,” kalimat ini jika maknanya dikatkan dengan aktifitas menulis, maka sesungguhnya seseorang yang membiasakan dirinya menulis akan memiliki rasa suka dan cinta terhadap aktifitas menulis tersebut. Setelah perasaan cinta itu tumbuh dalam dirinya, maka seakan-akan setiap detik waktu yang dia miliki akan digunakan untuk yang dia cintainya itu, yaitu menulis. Bukankah sepasang kekasih yang saling jatuh cinta selalu ingin menghabiskan waktunya untuk kekasih yang dicintainya tersebut. Hal ini juga yang terjadi dengan aktifitas menulis, jika menulis sudah menjadi sebuah aktifitas yang di cintainya, maka dirinya akan terus memiliki keinginan untuk menghabiskan waktunya untuk menulis tanpa merasa bosan.
Oleh karena itu, agar perasaan cinta terhadap aktifitas menulis ini tumbuh dalam diri seseorang, maka dirinya harus membiasakan diri untuk menulis. Pada awalnya mungkin pembiasaaan dalam aktifitas menulis ini terasa berat untuk dilakukan, namun ketika hal tersebut sudah menjadi aktifitas rutin yang dilakukan secara istiqomah4, maka perasaan berat tersebut akan hilang dan berubah menjadi perasaan yang ringan karena telah menjadi kebiasaan atau habits5 yang ada dalam dirinya. Dalam pembiasaan ini, seseorang harus meluangkan waktu walaupun sedikit untuk menulis, misalnya pada satu minggu pertama untuk setiap harinya menulis satu paragraf kalimat saja, kemudian pada minggu yang kedua jumlah kalimatnya ditambah menjadi dua paragraf kalimat dalam setiap harinya, dan begitu juga seterusnya. Dengan pembiasaan ini, maka aktifitas menulis akan menjadi habits dalam dirinya, sehingga menulis akan menjadi mudah. Bahkan semakin sering orang menulis, maka akan semakin banyak ide-ide briliant yang akan bermunculan.
Lebih lengkapnya diulas secara gamblang pada file berikut ini :
Anda juga dapat mengunduh file tersebut di sini.
Selamat membaca semoga bermanfaat dan menginspirasi kawan guru hebat!
Penulis :
0 Komentar